Kelakuan Anak Rohis

Senin, 2 Juli 2018


     World Cup, liburan nunggu masuk kuliah, gabut. Itu status kebanyakan manusia-manusia anggota rohis cowok SMA 68. Demi mengisi kegabutan, maka sering diadakan acara-acara nginep dan kumpul bareng mirip arisan. Gue termasuk yang agak rajin ikut acara begituan karena gue juga gabut dirumah, kerjaannya main komputer doang dan kadang disuruh pergi beli sesuatu. Lalu di hari minggu yang indah kemarin, seseorang yang memiliki jabatan tinggi di rohis berkicau di grup Line;



"Assalamualaikum. Pada mau nginep di rumah gua ga" (pd mau nginep rums gua ga)


     Dari 8 orang yang merespon tidak lama setelah itu, seluruh 8 orang tersebut menolak ajakan mulia mempererat tali silaturahmi. Termasuk gue. Berbagai alasan terlontar :
- Abis pengumuman SBM aja
- Pas pengumuman biar maknyos
dan ada yang menolak tanpa memberikan alasan, hanya dengan menjawab "skip". Gue sendiri menolak karena rumah si pengajak ini kurang jauh jadi kurang terasa suasana nginepnya. Berhubung lokasi rumah si petinggi ini di jalan Sayuti, sedangkan rumah  gue di jalan Pramuka, perjalanan dapat ditempuh dengan berjalan kaki dalam waktu kurang dari 5 menit, itulah kenapa gue tolak ajakan tersebut.


     Jam 7, dimasa terancamnya kelangsungan kegiatan nginep itu, gue berangkat ke Sayuti. Membantah pernyataan penolakan ikut gue tadi sore. Alasannya cukup sederhana, match World Cup hari itu adalah Spanyol melawan Rusia di jam 9 dan ada Kroasia melawan Denmark pada pukul 1 dini hari. Gue sebagai fans Manchester United tentu ingin menonton performa penampilan kipernya, David de Gea. Dan pas banget sang pengajak nginep juga seorang fans Manchester United, sehingga menurut gue hal tersebut cukup untuk membuat gue menganulir penolakan awal. Sama seperti wasit Enrique Caceres yang tanpa ampun memberikan Iran hadiah penalti di menit akhir waktu normal saat melawan Portugal, setelah mereview replay lewat VAR.


     Jam 10, pertandingan Spanyol dan Rusia sedang berlanjut, kaum-kaum nomaden lain pada buat kopi, gue ikutan. Setelah buat kopi 3 dari 4 bocah yang datang malah naik ke kamar di lantai 2 duluan, mau push rank bareng tuan rumah. Menyisahkan gue berdua yang emang engga main ML di bawah, lanjut nonton Spanyol ngoper bola muter-muter lapangan tapi tidak bisa menembus pertahanan Rusia sambil minum kopi.


     Yang tidak gue sadari, sepertinya keputusan ikut-ikutan minum kopi adalah sebuah kesalahan. Sebagai pembelaan, gue bisa minum kopi hitam, kopi pahit sekalipun tetapi asupan kafein itu lebih efektif dari biasanya. Segelas kopi tersebut melancarkan serangan telak ke sistem saraf gue. Critical Hit. Jam 11.30, Spanyol resmi pulang setelah drama adu penalti, para penginap sudah naik ke kamar dan siap-siap untuk tidur namun jantung gue berdebar cepat, mata gue terkunci pada posisi terbuka. Gue gabisa tidur. Normalnya gue bisa tidur dengan lelap pada jam 10, bahkan bisa tidur pada jam 5 jika keadaan mengijinkan. Namun dimalam ini, semesta dan fisiologi berkehendak lain. Usaha gue menutup mata dan muka dengan bantal , guling dan selimut sekalipun tidak membuahkan hasil. Lama gue berusaha tidur sebelum akhirnya menyerah pada keadaan dan meraih handphone.


     Jam di layar lockscreen menunjukkan pukul 1.45, match Kroasia melawan Denmark sedang dalam tahap turun minum. Gue memutuskan untuk keluar dari kamar yang gelap dan dingin itu, menuju ke ruang tv yang kosong. Sendirian gue menonton aksi heroik Kasper Schmeichel dan juga aksi yang tidak kalah heroik dari sang ayah, Peter, yang loncat kegirangan saat anaknya berhasil memaksa pertandingan ke adu penalti saat menangkap, bukan menepis, tapi menangkan bola sepakan Luka Modric dari titik putih pada menit akhir babak kedua perpanjangan waktu. Gue juga masih menjadi saksi tunggal di rumah itu saat penampilan gemilang Kasper Schmeichel tidak mampu membawa Denmark menang, saat Ivan Rakitic mengirim timnas Denmark pulang dengan skor akhir 3-2 dari 5 percobaan masing-masing tim.


     Drama adu penalti tersebut selesai pukul 3.30. Sudah terlalu telat untuk tidur, menurut gue, sehingga gue ke kamar sesaat, mengambil headset lalu turun lagi. Selama 1 jam lebih gue hanya duduk di sofa sambil mendengarkan musik menggunakan headset. Mendengarkan playlist yang tidak memiliki tema khusus.


     Gue naik ke kamar pada jam 4, berusaha membangunkan manusia-manusia ini untuk sholat subuh. Dan mencoba membangunkan mereka tidak mudah, apalagi si tuan rumah yang hanya melenguh seperti sapi yang telah membajak sawah seharian. Ketiga tamu yang lain dapat bangun tanpa adanya usaha dan perhatian ekstra, tidak seperti si tuan rumah.


     Usai sholat subuh, semua sepakat untuk tidur lagi. Bangun lagi di jam 7 pagi, telah ada beberapa porsi bubur tertata di meja makan. Para kaum musafir pun sarapan bubur sambil menonton film Ready Player One dari hard disk tuan rumah yang disambung ke smart TVnya (sepertinya). Lalu setelah itu adalah acara bebas. Mereka yang main ML, main ML. Mereka yang tidak main ML seperti gue dan 1 orang lainnya, hanya gonta-ganti aplikasi medsos di handphone sampai jam 12. Setelah sholat dzuhur, terdapat sedikit kepanikan. Tidak ada orang dewasa di rumah itu pada saat itu. Jadi dipastikan tidak ada acara makan siang bersama dan tamu dipersilahkan pulang. 1 orang sudah memesan gojek, 1 orang yang rumahnya terlalu dekat sudah pulang usai sholat subuh, 1 orang yang rumahnya terlalu dekat juga malah tidak menginap hanya numpang main ML sampai malam lalu pulang. Tersisa gue dan si non-pemain ML yang tidak memiliki kejelasan kegiatan berikutnya.


     Muncul ide brilian, kenapa ga makan siang di rumah yang pulang duluan itu. Jadi 2 kaum nomaden yang bukan pemain ML, pergi berangkat dari 1 rumah ke rumah lain untuk mencari makan siang. Setelah ngemis makan siang dan sedikit aksi cuci mencuci, semua pulang ke rumah masing-masing. Rumah sebenarnya. Dan buat gue, numpang tidur, bangun, dan akhirnya numpang makan siang di rumah yang berbeda, adalah salah satu jika bukan puncak pertemanan.




Kok gaada nama-namanya? Tulisan ini gue buat tanpa minta persetujuan mereka jadi kayaknya mendingan gausah masukin nama sekalian.

2 comments:

  1. Yet another to be called "boring" essay, but you wrote it in a way to make it intresting

    ReplyDelete